The Abnormal Me #part1
Kisah ini akan aku mulai dari 19 tahun yang lalu, ketika itu Jumat malam menjelang Sabtu dan perut ibuku mulai berkontraksi.
Malam itu tidak seperti malam lainnya, Rumah yang biasanya hangat karena 3 penghuninya berkurang satu karena ronda malam. Bergulung di bawah selembar kain bernama selimut, Ibu yang memasuki bulan ke sembilan kehamilan dari anak pertamanya merasakan ada yang berbeda. Tendangan nakal anaknya yang sedang berenang di dalam cairan amnion terasa lebih kuat, dan perlahan terasa ada yang mulai mengalir keluar. Sobekan yang pertama dimulai, perlombaan dengan waktu dinyatakan sah menuju start.
Untungnya, ada seorang asisten rumah tangga yang menemani ibuku. Beliau adalah Mbah Yahman, yang uniknya pada saat itu cukup peka untuk langsung mencari bapakku yang jaga malam. Segera, karena pada saat itu kami belum memiliki kendaraan roda 4 pribadi, bapakku menghubungi kakaknya yang paling dekat untuk kemudian mengantarkan ibuku ke rumah bersalin terdekat.
Ialah Bhakti Ibu, tempat ibuku untuk pertama kalinya menginjakkan kaki dan kelak akan menjadi tempat bersejarah untukku.
Setibanya di klinik itu, sang dokter belum hadir. Perawat jaga bilang untuk ibuku menahan rasa tersebut. Jangan didorong terlebih dahulu. Ini menjadi sebuah tantangan besar, karena Ibuku merasa sudah tidak tahan lagi dan ingin segera mengejan, mengeluarkan janin yang kelak menjadi bayi perempuan. Hingga akhirnya buka-an itu bertambah seiring berjalannya waktu, dan pada pukul 04.00 WIB sang dokter tiba. Pria kebapakan itu meminta bapakku untuk menemani proses persalinan, dan menggenggam tangan ibuku untuk memberi kekuatan.
Satu setengah jam kemudian, tangisan pertama pembuka hari Sabtu, 22 Mei 1999 pecah di seantero klinik. Bayi perempuan mungil itu, yang pada saat proses keluarnya sangat tidak terasa (karena saking kecilnya, kata ibuku), meringkuk merah menggelayut di atas dada ibunya, dan akhirnya diselubungi selimut hangat serta berakhir tidur terlelap di box bayi.
Selamat datang, di dunia yang fana, selamat mengemban amanah dunia yang dititipkan Allah padamu. Dan selamat menyelami cerita hidupku.
Malam itu tidak seperti malam lainnya, Rumah yang biasanya hangat karena 3 penghuninya berkurang satu karena ronda malam. Bergulung di bawah selembar kain bernama selimut, Ibu yang memasuki bulan ke sembilan kehamilan dari anak pertamanya merasakan ada yang berbeda. Tendangan nakal anaknya yang sedang berenang di dalam cairan amnion terasa lebih kuat, dan perlahan terasa ada yang mulai mengalir keluar. Sobekan yang pertama dimulai, perlombaan dengan waktu dinyatakan sah menuju start.
Untungnya, ada seorang asisten rumah tangga yang menemani ibuku. Beliau adalah Mbah Yahman, yang uniknya pada saat itu cukup peka untuk langsung mencari bapakku yang jaga malam. Segera, karena pada saat itu kami belum memiliki kendaraan roda 4 pribadi, bapakku menghubungi kakaknya yang paling dekat untuk kemudian mengantarkan ibuku ke rumah bersalin terdekat.
Ialah Bhakti Ibu, tempat ibuku untuk pertama kalinya menginjakkan kaki dan kelak akan menjadi tempat bersejarah untukku.
Setibanya di klinik itu, sang dokter belum hadir. Perawat jaga bilang untuk ibuku menahan rasa tersebut. Jangan didorong terlebih dahulu. Ini menjadi sebuah tantangan besar, karena Ibuku merasa sudah tidak tahan lagi dan ingin segera mengejan, mengeluarkan janin yang kelak menjadi bayi perempuan. Hingga akhirnya buka-an itu bertambah seiring berjalannya waktu, dan pada pukul 04.00 WIB sang dokter tiba. Pria kebapakan itu meminta bapakku untuk menemani proses persalinan, dan menggenggam tangan ibuku untuk memberi kekuatan.
Satu setengah jam kemudian, tangisan pertama pembuka hari Sabtu, 22 Mei 1999 pecah di seantero klinik. Bayi perempuan mungil itu, yang pada saat proses keluarnya sangat tidak terasa (karena saking kecilnya, kata ibuku), meringkuk merah menggelayut di atas dada ibunya, dan akhirnya diselubungi selimut hangat serta berakhir tidur terlelap di box bayi.
Selamat datang, di dunia yang fana, selamat mengemban amanah dunia yang dititipkan Allah padamu. Dan selamat menyelami cerita hidupku.
Komentar
Posting Komentar