Resensi Buku Edisi 5
Judul : Komitmen Muslim Sejati
Penulis : Fathi Yakan
Penerbit : ERA Intermedia
Tahun terbit : 2006
Jumlah halaman : 198 halaman
Penulis : Fathi Yakan
Penerbit : ERA Intermedia
Tahun terbit : 2006
Jumlah halaman : 198 halaman

Pertama kali saya mendengar tentang buku ini dalam sebuah kajian yang merekomendasikan jamaahnya untuk membaca buku ini lantaran isinya yang luarbiasa. Tapi himbauan tersebut tidak segera saya lakukan hingga akhirnya pada suatu hari saya terjebak hujan di masjid Ibnu Sina FK-KMK UGM dan melihat rak buku di masjid tersebut. Sontak mata saya tertuju pada sebuah buku yang judulnya tidak asing bagi saya, pun karena ukurannya termasuk tipis dan kecil menambah minat saya membaca sekaligus menuntaskannya.
Seringkali, kita mendapatkan identitas sebagai seorang Muslim hanya karena diturunkan oleh orangtua dan pendahulu-pendahulu kita tanpa paham hakikat menjadi seorang muslim dan apa tujuan kita hadir di dunia dan memiliki identitas diri sebagai muslim. Buku ini menjawab segala pertanyaan itu bahkan membahas hingga pergerakan Islam dan bagaimana kita sebagai Muslim berafiliasi pada gerakan tersebut. Bahasa yang digunakan dalam buku ini sangat ringan dan banyak menggunakan bahasa awam untuk menjelaskan berbagai makna hidup melalui kalamullah dan hadits shahih.
Walaupun, ada juga beberapa kata yang mungkin akan terdengar asing saat kita membacanya karena banyak bahasa Arab yang disadur ke dalam buku ini tanpa ditranslasikan terlebih dahulu menjadi bahasa Indonesia. Sehingga, saya sendiri harus mencari pengertiannya di internet atau sumber-sumber terkait.
Nah, mari kita bahas isi dari buku ini.
Buku ini terdiri dari dua bab. Bab pertama membahas tentang “Apa artinya saya mengakui muslim?” yang membahas tentang karakteristik pribadi yang menjadikan seseorang menjadi muslim sejati. Pengakuan sebagai Muslim bukan klaim terhadap suatu identitias, juga bukan klaum terhadap suatu penampilan lahir, melainkan pengakuan untuk menjadi penganut Islam, berkomitmen kepada Islam, dan beradaptasi dengan Islam dalam setiap aspek kehidupan. Ada enam karakteristik muslim sejati.
Pertama, adalah mengislamkan akidah. Prinsipnya adalah, bahwa kita harus meyakini apa yang diyakini para Muslim pendahulu yang sejalan dengan Al-Quran dan Rasulullah. Kedua, mengislamkan ibadah. Ada tujuh poin dalam karakteristik yang kedua ini. Di antaranya adalah; (1) ibadahku harus hidup dan tersambung kepada Tuhan yang diibadahi, (2) ibadahku harus khusyuk sehingga bisa menhayati kehangatan komunikasi dengan Allah dan nikmatnya kekhusyukan, (3) harus menghadirkan hati dan melepaskan pikiran dari sekelilingku (segala kesibukan duniawi), (4) harus tamak dan tidak pernah puas dalam beribadah, (5) memiliki keinginan yang besar untuk qiyamulail, (6) menyediakan waktu untuk membaca dan merenungkan Al-Quran, dan (7) doa adalah tangga untuk memohon kepada Allah di setiap keadaan.
Selanjutnya, karakteristik ketiga seorang muslim sejati adalah mengislamkan akhlak. Berakhlak mulia adalah tujuan pokok dari risalah Islam. Seperti yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”(HR. Ahmad). Karena akhlak adalah bukti dari buah keimanan. Akhlak akan menjadikan timbangan amal seorang hamba berat di hari kiamat. Oleh karenanya, akhlak menjadi sangat penting sebagai identitas muslim sejati. Antara lain adalah (1) Bersikap hati-hati terhadap hal-hal yang diharamkan dan segala syubhat, (2) menahan pandangan, (3) menjaga lidah, (4) malu, (5) pemaaf dan sabar, (6) jujur, (7) rendah hati, (8) menjauhi prasangka, ghibah, dan mencari cela sesama muslim, (9) dermawan dan pemurah, serta (10) menjadi teladan yang baik.
Keempat mengislamkan keluarga dan rumah tangga. Tidaklah cukup ketika saya menjadi muslim seorang diri, tanpa mempedulikan orang-orang di sekeliling saya. Salah satu pengaruh yang ditumbuhkan oleh ajaran Islam di dalam jiwa manusia adalah sikap memperhatikan orang lain, mengajak mereka, menasihati mereka, dan memiliki sikap pembelaan terhadap mereka. Kelima, mampu mengalahkan nafsu. Kita diberikan hati dan akal yang harus digunakan untuk menjadi perangkat memenangkan pertarungan melawan hawa nafsu. Ada sepuluh pintu setan dapat mendatangi manusia, (1) ambisi dan buruk sangka, (2) kecintaan terhadap hidup dan panjang angan-angan, (3) keinginan untuk santai dan bersenang-senang, (4) bangga diri, (5) sikap meremehkan dan kurang menghargai orang lain, (6) dengki, (7) riya’ dan keinginan dipuji manusia, (8) kikir, (9) sombong, (10) tamak.
Keenam yakin bahwa masa depan adalah milik islam. Keberadaan Islam sebagai ajaran yang berasal dari Allah, menjadikannya lebih layak dan lebih mampu untuk mengatur urusan kehidupan serta mengendalikan dan memimpin umat manusia. Ia merupakan satu-satunya sistem yang harmonis -dengan kebutuhan-kebutuhan fitrah dan selaras dengan tuntutan-tuntutan kejiwaan maupun fisik manusia.
Setelah memahami hakikat menjadi seorang Muslim, maka hendaknya kita bergerak dalam poros pergerakan Islam dengan mengafiliasikan diri kita pada perjuangan Islam. Seseorang tidak dapat bergerak pada pergerakan Islam sebelum terwujud semua sifat dan karakteristik pengakuannya sebagai Muslim. Inilah yang menjadikan peranan kaderisasi sebagai pembentuk individu Muslim penting sebelum menyiapkan anggota pergerakan, agar keislamannya benar.
Bagaimana saya hidup untuk Islam?
Pertama, harus mengetahui tujuan hidup yang sudah dituliskan dalam Q.S Adz-Dzariat : 56 yang intinya tidak lain tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah, beribadah kepada-Nya. Menyadari nilai dunia yang tidak seberapa dibanding nilai akhirat yang kekal. Lalu, menyadari bahwa kematian pasti datang dan mengambil pelajaran darinya. Rasulullah pernah bersabda, “Aku heran degan orang yang meyakini datangnya kematian kemudian bersuka ria; aku heran dengan orang yang meyakni adanya neraka kemudian tertawa; aku heran dengan orang yang meyakuni takdir kemudian bekerja keras; aku heran dengan orang yang mengetahui dunia dan bagaimana dnia itu membolak balikkan pengagumnya, tapi kemudian merasa tenteran dengannya; aku heran dengan rang yang meyakini adanya hisab kelak, kemudian tidak beramal.”
Dua poin terakhir adalah mengetaui hakikat Islam dengan memperdalam, mempelajari, dan memahami prinsip, hukum, hal yang dihalalkan, dan hal yang diharamkannya. Serta memgetahui haikat jahiliah sehingga dapat menghindarkan diri dari bahaya dan mudaratnya agar dapat mempersiapkan bekal untuk melawannya.
Lantas, bagaimana karakteristik pergerakan Islam?
Pergerakan islam memiliki ciri jauh dari kekuasaan para penguasa dan politikus, memiliki tahapan dalam langkah-langkahnya, mengutamakan aktivitas dan produktivitas daripada klaim dan propaganda, mengatur nafas yang panjang, nyata dalam aktivitas dan rahasia dalam organisasi, uzlah kejiwaan bukan fisik, bertujuan tidak menghalalkan segala cara.
Tugas pergerakan Islam adalah menyiapkan semua potensi yang memadai untuk menghilangkan pemerintahan taghut. Tugasnya bukanla mencari solusi bagi problem-problem masyarakat jahiliah yang menerapkan hukum selain hukum yang diturunkan oleh Allah. Jika terpaksa berhadapan dengan problem-problem tersebut, tugas pergerakan islam adalah menyingkap kebobrokan sistem menegaskan kebatilannya, bukan membantu tatanan tersebut tetap berkuasa alih-alih memperbaikinya.
Di akhir buku, kita akan bersama-sama diajak untuk menghayati doa Rabithah sebagai penutup majelis ilmu yang telah disampaikan secara indah ketika kita melakukan perjalanan bersama menelusuri bulir-bulir hidayah dalam buku ini. Semoga Saudara yang membaca resensi ini menjadi tertarik untuk lebih lanjut mempelajari buku tersebut, karena intisari yang terkandung tidak sanggup saya tuliskan hanya dalam resensi singkat ini. Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar