Resensi Buku Edisi 9



Judul Buku : 1984
Penulis : George Orwell
Terbit : Mei, 2014 (Cetakan Kedua dalam edisi Bahasa Indonesia)
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal buku : viii+392 halaman

Buku yang amat mendalam, mencekam dan menawan… Orwell mengembangkan teori tentang kekuasaan dengan begitu brilian.” -The New Yorker

Ulasan dari The New Yorker yang tertera di sampul buku membuat saya tertarik untuk membaca buku ini. Selain itu, berawal dari rekomendasi teman saya yang berkata buku itu akan sangat cocok dengan minat saya, akhirnya saya memutuskan untuk membacanya. Menariknya, buku ini adalah pemberian dari seorang teman saat saya lulus dari SMA yang belum saya baca sejak tahun 2016.

Buku ini sangat membuka pikiran saya. Karena di dalamnya, berkisah tentang bagaimana dunia ini berproses dalam membentuk kepribadian orang-orang di dalamnya. Ketika kekuasaan menjadi kunci dari keberlangsungan sebuah proses dan menguasai manusia menjadi kekuasaan tertinggi dari sebuah kemenangan dalam proses tersebut. Buku ini berhasil menyihir saya dengan sebuah pandangan yang mungkin sangat relevan dengan kehidupan yang sedang kita jalani Bersama saat ini. Tidak bisa kita bayangkan mungkin jika rupanya, apa yang kita konsumsi sehari-hari mulai dari postingan, berita, bahkan buku sejarah yang tertera di sekolah-sekolah bisa jadi adalah rekayasa yang dimaksudkan agar sesuai dengan fakta yang terjadi pada zaman sekarang. Sehingga apa pun yang terjadi, kita tidak dapat membedakan fakta mana yang salah ataupun fakta mana yang benar adanya.

Gorge Orwell menulis buku ini pada tahun 1949 dan hingga sekarang buku ini masih benar-benar baru dalam hal pemikiran dan jelas tak akan lekang oleh waktu. Orwell telah berhasil menorehkan sebuah catatan bersejarah yang bisa menjadi referensi bagi siapa pun yang ingin mengkritisi segala hal yang terjadi di sekitar kita. Padahal, buku ini sejatinya dimaksudkan untuk perkembangan dunia di tahun 2050. Namun, saya merasakan perlahan tapi pasti kita akan mencapai masa itu.

Digambarkan dalam buku ini, perjalanan seorang warga negara yang patuh terhadap setiap aturan partai meskipun jauh di dalam hati dan pikirannya bersemayam antipasti terhadap kediktatoran yang ada di negaranya. Namanya Winston, yang meskipun begitu tidak berani melakukan perlawanan secara terbuka.

Satire yang dihadirkan sangat mengena, bahkan bagaimana membentuk penamaan pada setiap komponen dalam buku ini dilakukan secara detil sehingga kita bisa dengan jelas mendapatkan gambaran suasana di zaman tersebut. Sebut saja Miniluv, singkatan dari Ministry of Love atau Kementerian Cinta Damai tapi pekerjaan utamanya adalah menyusun dan mengurusi perang antar negara. Kemudian Minitruth, atau Ministry of Truth adalah kementerian yang bahkan tidak berusaha membenarkan sesuatu sesuai fakta aslinya, namun bagaimana caranya merubah fakta yang dahulu menjadi berkesinambungan dengan fakta yang ada sekarang serta menghapus jejak apa pun agar tidak terlacak. Luar biasa.

Sikap Winston juga penuh pertimbangan, karena di mana pun berada, Polisi Pikiran, teleskrin, mikrofon tersembunyi membuat privasi hanya serupa fantasi. Bahkan sejarah ditulis ulang sesuai kehendak Partai. Negara berkuasa mutlak atas rakyatnya, yang berbeda atau bertentangan akan segera diuapkan.

Begitu mencekam, namun menawan segala hal di dalam buku ini. Sangat direkomendasikan untuk dibaca terutama oleh para calon pemimpin bangsa agar jangan sampai menjadi pemimpin dictator seperti Bung Besar dalam buku ini. Saya akan sangat menantikan diskusi bersama pasca membaca buku ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Edisi 6

Resensi Buku Edisi 1