Resensi Buku Edisi 14

 Judul Buku          : Max Havelaar

Penulis                 : Multatuli

Penerbit                : Narasi 

Terbit                    : 2022

Tebal                     : 394 + vi halaman


Buku ini tentu tidak asing di telinga para pembaca sekalian. Apalagi keberadaannya telah resmi menjadi materi wajib dalam kurikulum pendidikan Sejarah siswa sekolah, setidaknya ketika saya masih duduk di bangku sekolah dahulu. Sehingga telah berkali-kali disinggung dan semua orang mafhum bahwa nama sejati sang penulis bukanlah Multatuli, hanya nama alias, melainkan Edward Douwes Dekker. Seorang Belanda yang hatinya sangat Indonesia. Mungkin lebih tepat jika disebut, seorang Belanda yang hatinya penuh jiwa kemanusiaan dan kelembutan. Maka senjata paling tajam bagi seseorang yang lembut adalah kata-kata. Maka dari kata-kata itulah terlahir buku ini.

Buku Max Havelaar bisa dibilang cukup membingungkan secara alur cerita dari awal bab hingga akhir bab. Tapi tidak bisa dibilang bahwa buku ini tidak memiliki tujuan. Tujuan hadirnya buku ini tertulis jelas di bagian terakhir buku, yakni ada dua hal:

  1. Tujuan paling utama, ingin membuat sesuatu yang bisa disimpan sebagai warisan untuk Max kecil dan adiknya (kedua anak Max Havelaar), ketika orang tuanya meninggal karena kesengsaraan
  2. "Saya akan dibaca!" oleh negarawan yang berkewajiban memperhatikan tanda-tanda zaman, oleh para sastrawan yang mengungkapkan keburukan, oleh para pedagang yang memiliki ketertarikan pada pelelangan kopi, oleh para pelayan wanita, oleh para pensiunan gubernur jenderal, oleh para meteri, para pejabat istana Yang Mulia, para pengkhutbah, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Buku ini juga mengungkap permulaan perjuangan melawan imperialisme Belanda yang diinisiasi oleh Aceh dengan semangat religiusitasnya, berlanjut di berbagai daerah yang mulai merasa tertindas dan berani melakukan perlawanan, dipadu dengan pergantian Gubernur Jenderal yang makin tidak kompeten sehingga kebobrokan-kebobrokan imperialis makin menghantarkan pada akhir kejayaan mereka menguasai Hindia.

Buku ini sudah seharusnya tidak hanya dikenalkan judulnya saja di sekolah-sekolah, tapi juga diwajibkan untuk membaca isinya, karena sarat akan hal-hal kemanusiaan, keadilan sosial, perjuangan, kemiskinan, penggunaan kekuasaan, yang sebenarnya akan selalu relevan di manapun dan kapanpun selama masih ada oligarki di dunia ini. Sudah sepantasnya buku ini mendapatkan apresiasi lebih dan bukan hanya sekedar menjadi nama bahwa buku yang menyulut perjuangan saat bangsa kita belum menjadi sebuah bangsa.

Buku ini adalah buku yang serius, sehingga meski tergolong karya fiksi tapi tidak bisa kita anggap seperti membaca buku roman picisan. Kami berharap, siapapun yang belum membaca buku ini, menjadi tergerak untuk membacanya. Dan setelah membaca buku ini, mari kita teruskan perjuangan Max Havelaar untuk mewujudkan tata pamong pemerintahan yang jujur, adil, dan bermartabat. Bagaimana pun sulitnya hal tersebut untuk diwujudkan, tapi semoga perjuangan yang sedang ataupun akan diupayakan menjadi bukti nyata kelak di hari pembalasan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Edisi 6

Resensi Buku Edisi 1