Ternyata, Memilih adalah Sebuah Kemewahan
Beberapa hari terakhir, episode-episode dalam hidup ini mulai menemukan benang merahnya. Awalnya, sempat berpikir keras, kenapa seseorang tidak mampu memilih, tidak berhak atas hidup dan jalan hidupnya sendiri. Kenapa dia mau disetir, menyerah pada keadaan, enggan memperjuangkan masa depannya, atau berakhir pada kemenyerahan. Batinku. Sering tidak paham dan, maaf, terkesan meremehkan. Mungkin ini juga menjadi salah satu cara Tuhan memberikan pembelajaran pendewasaan diri. Jadi mohon maaf jika diri ini ternyata masih perlu banyak belajar, soal kehidupan.
Ternyata, memilih adalah sebuah kemewahan. Tidak semua orang dapat secara bebas menentukan hidupnya. Bukan karena sifat pasrah dan mudah menyerah. Tapi ada berbagai hal, kondisi, dan situasi yang harus dijaga ekuilibriumnya. Ternyata, memilih untuk menetap dan berpasrah pada suatu keadaan juga tetap sebuah pilihan. Meski terlihat seperti terikat akan sesuatu. Tapi, itu juga tetap suatu hal yang harus saling dihormati. Karena sejatinya setiap manusia memiliki amanahnya masing-masing. Tujuan hidup kita mungkin adalah menemukan makna hidup itu sendiri, menemukan tujuan kenapa kita dihadirkan ke dunia ini. Bagaimana dengan kawan? Sudahkah temukan itu?
Kembali soal memilih. Bahwa ternyata, di suatu kondisi, tidak memilih keputusan sendiri, namun memilih untuk mengikuti arahan atasan misalkan, itu juga suatu keputusan dan kesempatan. Aku baru saja belajar dan memahami bahwa ada seorang ibu yang memutuskan untuk mengikuti suaminya, melepaskan karirnya, melepaskan mimpi dan idealismenya. Ia marah dan sering kecewa dengan dirinya sendiri, tapi ternyata dia memilih untuk "terlihat" menyerah. Padahal dia memilih untuk suatu hal yang juga mulia, namun mungkin sulit dicerna.
Ada juga orang yang memilih untuk menunda mimpinya, atau yang menyegerakan mimpinya, ada yang memilih agar mimpinya disesuaikan dengan kebutuhan lingkungannya. Apakah salah? Tidak juga. Tapi yang berbeda di sini adalah, ada yang memilih berdasarkan mimpinya, merealisasikan idealismenya, bukan memilih untuk diarahkan atau disetir pihak lain. Itu jelas sebuah kemewahan. Karena bagiku, akhirnya memahami makna mimpi itu gratis, maka gantungkanlah impianmu setinggi langit. Tapi karena letaknya setinggi langit, seringkali mimpi dan idealisme mahal sekali harganya. Maka, jika kita diberikan kesempatan memilih dan mimpi serta idealisme masih bisa menjadi sebuah pilihan, menurutku bolehlah kita menyebut diri kita ini kaya. Karena masih mampu menikmati sebuah kemewahan.
Idealisme dan mimpi itu banyak sekali bentuknya, rupanya, dan jenisnya. Silakan kawan maknai sendiri kira-kira apa itu, bagi hidup kawan. Lalu, tanyakan apakah kawan masih memiliki pilihan atas idealisme dan mimpi tersebut. Jika iya, maka selamat, kawan hidup dalam sebuah kemewahan. Jika tidak, tenang saja, idealisme dan mimpi itu tidak mengenal usia, teruslah mencari. Karena buat aku, idealisme dan mimpi harus ditemukan, dan memang sudah sepantasnya menjadi salah satu tujuan hidup ini, atau setidaknya menjadi penyemangat hidup untuk menemukan jawabannya. Jika sudah, pastikan ia selalu ada di dalam pilihan hidup, maka kita hidup dalam kemewahan!
Tulisan ini saya haturkan dan bagikan buat pengingat untuk saya sendiri, dan kalau ada hikmahnya buat kawan, saya akan semakin senang! Selamat memaknai hidup dan kehidupan.
Yogyakarta, 24 Juli 2025
Komentar
Posting Komentar